Masyarakat diminta ikut berperan mengawasi berita hoaks dan yang mengandung ujaran kebencian, khususnya menjelang Pemilu 2024. Sehingga, Pemilu 2024 dapat terlaksana lancar, aman dan kondusif.
Hal itu disampaikan Ketua Bawaslu Kabupaten Kendal Odilia Amy Wardayani pada webinar “Melawan Berita Hoax dan Hate Speech pada Pemilu Serentak Tahun 2024”, di Kantor Bawaslu setempat, Jumat (31/3/2023). Menurutnya, menjelang Pemilu 2024, tren penyebaran berita hoaks atau ujaran kebencian mengalami peningkatan.
Karenanya, lanjut Odilia, pihaknya bersama stakeholder terkait, akan terus berusaha melakukan strategi pengawasan khusus, terhadap penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian.
“Hal ini juga sebagai langkah atau upaya pencegahan akan terjadinya berita bohong dan ujaran kebencian, dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat luas, mengenai informasi dan dampak media elektronik yang tidak digunakan dengan baik,” jelas Odilia.
Senada, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Kabupaten Kendal Ahmad Syahrul Falah berpesan, agar masyarakat benar-benar mewaspadai beredarnya berita hoaks dan ujaran kebencian. Sebab, berita-berita tersebut, sifatnya provokatif dan memecah belah individu, maupun suatu kelompok.
“Bisanya berita hoaks dan hate speech ini sering muncul di media sosial (medsos), sehingga kita harus benar-benar bisa mengunakan medsos dengan baik. Jika kita menemui hal tersebut, sebaiknya kita harus mengecek terlebih dahulu, dengan menanyakan hal itu kepada orang yang paham, maupun lembaga yang resmi terkait informasi yang kita dapatkan, sehingga kita tidak mudah terpengaruh,” ungkapnya.
Ditambahkan, ciri-ciri dari berita hoaks adalah, pasti judulnya bombastis, nasrasinya provokasi dan menyudutkan seseorang, baik tokoh masyarakat maupun pejabat pemerintahan. Selain itu, akun yang digunakan tidak jelas.
Dekan Fakultas Hukum UNISS Kendal Sitasaraya menelaskan, bagi seseorang yang sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, bisa dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. Ini diatur oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Ia mencontohkan, biasanya berita bohong disebar melalui medsos ataupun aplikasi yang ada dalam smartphone, seperti pesan WhatsApp maupun yang lainnya, yang bertuliskan cetak tebal di judul, dan diakhiri dengan kata-kata viralkan.
“Ini harus dibaca dulu isinya terkait apa, jika isinya provokasi dan ujaran kebencian, maka jangan diteruskan ke teman-teman maupun ke grup apapun. Jika kita ikut share, sama halnya kita ikut serta dalam menyebarkan berita bohong dan ujaran kebencian, sehingga kita bisa terkena UU ITE,” jelas Sitasaraya.
Dia berharap, masyarakat dapat memahami dan tidak terprovokasi, serta ikut serta dalam menyebarkan berita hoaks serta ujaran kebencian, karena akan berakibat sangat fatal bagi diri sendiri.