Tiga DOB di Papua Dikawal hingga 2024

 

Kementerian Dalam Negeri bersama sejumlah kementerian membentuk tim untuk mengawal tiga daerah otonom baru di Papua hingga Pemilihan Kepala Daerah 2024. Pembinaan dan pengawasan dari pemerintah perlu terus diperkuat karena tantangan ketiga provinsi yang lahir dari Undang-Undang Otonomi Khusus Papua itu cenderung lebih besar dibandingkan DOB dari Undang-Undang Pemerintahan Daerah.

Tiga daerah otonom baru (DOB), yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan, merupakan implikasi dari Pasal 76 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Pemekaran ketiga daerah itu tidak mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah karena sejak 2014 pemerintah masih memberlakukan moratorium pemekaran ataupun penggabungan wilayah.

Pembentukan tiga DOB di Papua itu akhirnya tidak perlu memenuhi sejumlah persyaratan yang diatur dalam UU Pemda, di antaranya didahului dengan membentuk daerah persiapan provinsi selama tiga tahun. Cakupan wilayah paling sedikit lima kabupaten/kota untuk pembentukan daerah provinsi pun bisa diabaikan, seperti yang terjadi pada Provinsi Papua Selatan. Provinsi yang beribu kota di Merauke itu hanya terdiri atas empat kabupaten, yakni Merauke, Boven Digoel, Mappi, dan Asmat.

Begitu pula persyaratan dasar kapasitas daerah yang didasarkan pada parameter geografi; demografi; keamanan; sosial politik, adat, dan tradisi; potensi ekonomi; keuangan daerah; serta kemampuan penyelenggaraan pemerintahan; tidak perlu semuanya dipenuhi.

Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo mengatakan, pemerintah membuat tim kecil yang terdiri dari Kemendagri, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk mempersiapkan segala kebutuhan bagi tiga DOB baru di Papua. Tim itu akan bertugas setidaknya hingga Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah 2024 mendatang, sampai terpilih gubernur definitif yang menggantikan penjabat gubernur.

”Bapak Mendagri (Tito Karnavian) menugaskan saya terkait dengan peta jalan tiga DOB di Papua. Kami juga sudah mengadakan dua kali rapat,” ucapnya di Jakarta, Jumat (1/7/2022).

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengatakan, pemerintah harus segera mengangkat pejabat sementara gubernur di ketiga provinsi tersebut agar dapat segera mempersiapkan semua infrastruktur yang dibutuhkan. Penjabat gubernur juga harus berkomitmen melaksanakan tugas sampai ada kepala daerah yang terpilih dalam Pilkada 2024.

Oleh sebab itu, Presiden Joko Widodo mesti segera menandatangani ketiga RUU yang sudah disahkan di DPR agar bisa segera diundangkan. Sebab, UU ini akan menjadi dasar hukum bagi penjabat gubernur dalam melaksanakan tugasnya menyiapkan semua infrastruktur di DOB tersebut.

”Meminta pemerintah, melalui pembentukan tiga provinsi baru di Papua itu, agar dapat memperpendek jalur birokrasi serta dapat mempercepat pemerataan pembangunan di Papua dan memberikan pelayanan publik kepada masyarakat Papua lebih baik,” tutur Bambang.

Persyaratan pemekaran
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan dan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman mengatakan, persyaratan untuk pemekaran yang diatur dalam UU Pemda dibuat untuk memastikan DOB bisa berhasil. Pembentukan tiga DOB di Papua yang tidak menggunakan berbagai syarat sesuai UU Pemda pun menunjukkan inkonsistensi pemerintah dalam kebijakan pemekaran dan penggabungan daerah.

”Tantangan yang dihadapi oleh tiga DOB di Papua menjadi lebih berat karena daerahnya tidak dipersiapkan terlebih dahulu,” ucapnya.

Herman mencontohkan, pembentukan daerah persiapan provinsi selama tiga tahun diperlukan untuk mempersiapkan segala kebutuhan provinsi baru hingga akhirnya benar-benar siap. Dalam fase ini, ada peran dari provinsi induk untuk menyiapkan DOB definitif, mulai dari penyiapan sumber daya manusia hingga penganggaran. Namun, dalam tiga DOB di Papua, ketiganya langsung menjadi provinsi definitif begitu UU diundangkan.

Hal ini akhirnya berimplikasi pada tata kelola pembangunan daerah yang membutuhkan kerja cepat dari penjabat gubernur. Penjabat itu mesti bergerak cepat, di antaranya melakukan perencanaan, penganggaran, pembentukan kelembagaan, dan pembuatan kebijakan serta menyiapkan pelayanan publik secepatnya. Terutama adalah penyiapan aparatur pemerintahan yang akan menjalankan tugas-tugas pelayanan publik.

”Tiga DOB di Papua ini langsung definitif, artinya harus sudah melakukan beberapa kegiatan itu, yang jika menganut UU Pemda, tugas itu bisa dilaksanakan pada tahapan daerah persiapan,” katanya.

Selain itu, penjabat gubernur harus segera membentuk perangkat daerah untuk mengeksekusi program dan anggaran. Sebab, tiga provinsi baru di Papua langsung mendapatkan dana transfer dari pemerintah pusat, sama seperti provinsi induk ataupun provinsi-provinsi lain. Kondisi ini pun dinilai lebih sulit dibandingkan jika melalui proses daerah persiapan karena membutuhkan perangkat daerah yang bisa langsung mengeksekusi anggaran.

KPPOD, lanjut Herman, mencatat ada 223 DOB sepanjang 1999 hingga 2014. Evaluasi dari beberapa institusi terhadap DOB menunjukkan, mayoritas kurang berkembang baik. Padahal, semua DOB tersebut dibuat dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan prasyarat yang diatur pemerintah agar berkembang menjadi daerah yang berhasil.

Evaluasi Bappenas pada 2007, misalnya, sebanyak 80 persen DOB dinilai gagal. Sementara catatan dari Kemendagri pada 2014 terhadap DOB yang dibentuk dalam kurun waktu 2011-2014 masih menunjukkan nilai kurang. Skor Indeks Pembangunan Manusia Papua Barat dan Papua berada di urutan terbawah, bahkan nilainya berada di bawah rata-rata nasional. Padahal, Papua Barat menjadi DOB yang dimekarkan dari Papua pada 1999 dan definitif pada 2003. Sementara dalam pelayanan publik, merujuk standar kepatuhan pelayanan publik yang dikeluarkan Ombudsman RI pada 2021, kedua provinsi di Papua masih berada dalam kepatuhan sedang.

”Indikator ini menunjukkan bahwa pemekaran yang seharusnya bisa meningkatkan pelayanan publik ternyata belum berhasil. Perlu evaluasi sistematis terhadap semua DOB, tidak hanya di Papua,” kata Herman.

Oleh sebab itu, lanjutnya, mengingat tantangan yang dihadapi oleh tiga DOB di Papua cenderung lebih berat dibandingkan DOB lain, diperlukan pengawasan dan pembinaan dari Kemendagri terhadap ketiga DOB di Papua tersebut. Jangan sampai tiga provinsi baru di Papua tidak berdampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat. Kehadiran provinsi baru tersebut harus mampu menyelesaikan masalah-masalah pemerataan pembangunan serta konflik di Papua.

”Meskipun dasar pembentukannya menggunakan UU yang khusus, kerangka pengawasan dan pembinaan seharusnya tetap berlaku sama dengan daerah lain,” kata Herman.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama