Menuju Pemberdayaan UMKM yang Menyeluruh

Dalam perekonomian di Indonesia, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sektor yang memiliki peranan penting. Dengan jumlah pelaku dan usaha yang cukup signifikan, UMKM telah berhasil menjadi pilar yang menyokong perekonomian bangsa. Tak cuma sampai di situ, keberadaan aktivitas UMKM, baik tradisional maupun modern, yang tersebar dari kota besar hingga ke pelosok negeri, terbukti mampu untuk menyerap banyak tenaga kerja.

Berbagai data dan jurnal yang membahas UMKM di Indonesia menyebutkan bahwa keberadaan UMKM, khususnya sektor mikro dan kecil, telah mampu untuk menahan laju keterpurukan bangsa saat krisis moneter melanda Indonesia pada 1998. Jenis usaha yang mengutamakan produksi barang konsumsi dengan bahan baku dari dalam negeri membuat sektor UMKM tidak terpengaruh secara signifikan atas kondisi saat itu.

Selain itu, usaha mikro dan kecil yang modal usahanya tidak berasal dari pinjaman bank ikut disebut menjadi salah faktor yang mendukung UMKM untuk mampu bertahan. Kondisi perekonomian saat itu membuat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan, sehingga banyak pekerja sektor formal yang diberhentikan beralih menjadi pelaku sektor informal. Hal ini yang kemudian membuat jumlah pelaku UMKM di masa krisis justru berkembang pesat dan perlahan membantu perekonomian kembali bangkit.

Dengan ketahanan dan keunggulan yang dimiliki tersebut, berbagai pihak mulai lebih aktif untuk terjun dalam pemberdayaan UMKM. Termasuk juga pemerintah yang menunjukkan perhatiannya dengan cara mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mempermudah UMKM dalam meningkatkan usahanya.

Salah satu upaya pemerintah dalam membantu UMKM untuk meningkatkan usahanya adalah dengan memberikan kemudahan akses terhadap pembiayaan. Meski bukan faktor utama, kemudahan atas akses pembiayaan menjadi salah satu faktor yang paling banyak dibutuhkan bagi pelaku UMKM agar memperoleh tambahan untuk modal memulai dan/atau mengembangkan usahanya.

Berbagai program yang ditujukan untuk membantu akses permodalan bagi UMKM telah digelontorkan oleh pemerintah. Salah satunya adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah dimulai sejak 2007 dengan tujuan memberikan kemudahan akses permodalan kepada UMKM. Di awal peluncurannya, KUR dapat diakses oleh pelaku UMKM dengan bunga sebesar 24%.

Penyaluran KUR yang dilakukan melalui lembaga perbankan terus mengalami perkembangan, baik dari skema penyaluran, jumlah lembaga penyalur hingga besaran bunga pembiayaan. Pada 2022, program KUR yang telah menggunakan skema subsidi bunga dapat dinikmati oleh pelaku UMKM dengan bunga sebesar 6% per tahun.

Pada 2017, pemerintah meluncurkan program Pembiayaan Ultra Mikro (Pembiayaan UMi) yang pada saat itu ditujukan untuk menjadi bridging bagi pelaku UMKM yang belum bankable. Banyaknya pelaku UMKM yang tidak bisa mendapatkan akses ke KUR dikarenakan belum memenuhi persyaratan penilaian yang dilakukan pihak perbankan menjadi target dari program pembiayaan UMi. Tujuannya, para pelaku usaha yang hampir seluruhnya memiliki usaha sangat kecil dapat meningkatkan kapasitas usahanya sehingga dapat memenuhi persyaratan perbankan dalam mengakses KUR.

Selain KUR dan Pembiayaan UMi, masih ada program-program pemberdayaan UMKM lain dalam bentuk pembiayaan dan bantuan permodalan yang terus disalurkan oleh pemerintah. Di antaranya adalah penyaluran yang dilakukan oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir, Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM), bantuan permodalan untuk nelayan yang disalurkan oleh Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP), dan berbagai program lainnya baik yang menjadi program pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah.

Meski paling banyak diharapkan, pembiayaan dan permodalan bukanlah satu-satunya yang dibutuhkan oleh pelaku UMKM untuk meningkatkan usahanya. Memulai dan menjalankan usaha bisa jadi satu hal yang bisa dilakukan setelah mendapatkan modal usaha. Namun, memastikan usaha dapat bertahan, bahkan berkembang, adalah hal yang berbeda.

Sebagian dari UMKM di Indonesia, khususnya yang berada di sektor ultra mikro, menjalankan usaha hanya untuk bertahan hidup. Apa yang dilakukan hari ini adalah untuk mendapatkan pemasukan agar bisa tetap melanjutkan kehidupan di hari esok. Dengan pola seperti ini, bisa jadi memberikan akses ke pembiayaan begitu saja tanpa adanya pendampingan khusus bisa menjadi langkah yang kurang tepat. Alih-alih meningkatkan kapasitas usaha dan perekonomian pribadi, pelaku usaha bisa saja malah terjerat utang dan kesulitan melakukan pengembalian.

Melihat kondisi tersebut, sudah selayaknya jika program yang dilabeli pemberdayaan harus dilakukan secara utuh dan menyeluruh. Pemberian akses atas bantuan permodalan, khususnya dalam jenis pembiayaan harus disertai dengan langkah-langkah yang konkret untuk dapat membantu UMKM agar menjaga keberlangsungan usaha mereka, atau lebih baik lagi jika dapat meningkatkan kapasitasnya.

Jika menilik dalam praktiknya, pemberdayaan UMKM yang bertujuan untuk peningkatan kapasitas dan kualitas usaha telah dilakukan oleh banyak pihak. Mulai dari penyediaan kegiatan seminar dan pelatihan untuk UMKM, atau penyediaan media yang menjadi alat perluasan pemasaran produk UMKM.

Sayangnya masing-masing pihak dengan tujuan yang sama tersebut acap berdiri dan bergerak sendiri-sendiri. Hal ini mengakibatkan fasilitas pemberdayaan yang diterima oleh UMKM terkadang menjadi tumpang-tindih dan tidak merata, sehingga masih banyak UMKM yang tidak terjangkau oleh program pemberdayaan.

Selain itu, pelaku UMKM kerap kesulitan untuk dapat meningkatkan kapasitas usahanya ke level yang lebih tinggi lagi. Hal ini dikarenakan pihak yang mengelola program pemberdayaan UMKM memiliki batas-batas kewenangan dalam pelaksanaan programnya.

Dalam lingkup Kementerian Keuangan, terdapat beberapa program pemberdayaan UMKM yang dilaksanakan masing-masing unit secara terpisah. Di antaranya fasilitas akses pembiayaan yang berada dalam pengelolaan Ditjen Perbendaharaan, fasilitas perpajakan bagi UMKM yang dalam pengelolaan Ditjen Pajak, fasilitas kepabeanan dan cukai serta pembinaan ekspor oleh Ditjen Bea dan Cukai, dan juga perluasan pasar melalui media lelang online untuk UMKM oleh Ditjen Kekayaan Negara serta Digipay selaku marketplace belanja pemerintah yang dikelola oleh Ditjen Perbendaharaan.

Dengan adanya program pemberdayaan UMKM yang cukup lengkap, mulai dari modal untuk memulai usaha hingga pembinaan UMKM menuju kualitas ekspor, dibutuhkan sebuah langkah untuk menjadikan program UMKM di Kementerian Keuangan menjadi satu kesatuan yang utuh. Hal ini yang kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 396 Tahun 2022 tentang Program Sinergi Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kementerian Keuangan.

Program dan kebijakan terkait pemberdayaan UMKM di lingkup Kementerian Keuangan tersebut jelas hanya sebuah contoh kecil untuk dapat meningkatkan kapasitas UMKM di Indonesia. Dalam lingkup yang lebih luas, pemberdayaan UMKM membutuhkan sinergi berbagai pihak dari tingkat Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Pembiayaan, dan pihak-pihak lainnya yang bersentuhan dengan program-program pemberdayaan UMKM.

Memulai sinergi dalam sebuah program untuk satu tujuan, dalam hal ini pemberdayaan UMKM, jelas bukanlah hal yang mudah. Perlu kesediaan banyak pihak untuk mengesampingkan ego sektoral dan menyingkirkan keinginan klaim sepihak atas keberhasilan pemberdayaan UMKM yang dilaksanakan. Karena pada akhirnya, kesuksesan program pemberdayaan UMKM adalah keberhasilan atas kerja semua pihak. Tanpa sinergi yang nyata, pemberdayaan UMKM hanya akan bergerak di situ-situ saja.

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama