Terdakwa Azwar Azizi tidak dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara. Karena tidak menikmati atau menerima fee proyek. Dia hanya dibebankan membayar denda Rp 50 juta. ”Apabila denda tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan,” kata Isrin.
Dalam pertimbangan majelis hakim disebutkan terdakwa melanggar pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan fakta persidangan, PPK turut menyetujui pencairan anggaran meskipun proyek tidak sesuai dengan progres. ”Itu memunculkan kelebihan pembayaran,” kata hakim.
Hasil perhitungan auditor, kerugian negara yang timbul dari proyek tersebut Rp 782 juta dari total anggaran pekerjaan Rp 6,28 miliar.
Terdakwa Azwar dinilai lalai menjalankan tugas. Dia membubuhkan tanda tangan dalam pencairan anggaran tanpa melihat hasil pekerjaan. Padahal pekerjaan proyek tersebut tidak sesuai dengan progres pekerjaan di lapangan. ”Persetujuan yang dibubuhkan dengan tanda tangan menjadi dasar terbitnya seluruh anggaran meskipun progres pekerjaan tidak sesuai,” bebernya.
Vonis terhadap terdakwa Azwar lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya JPU menuntut Azwar dihukum empat tahun penjara serta denda Rp 50 juta subsider empat bulan kurungan.
Meski lebih rendah dari tuntutan, JPU Hasan Basri belum menentukan sikap. ”Kami pikir-pikir dulu,” katanya singkat.
Sementara itu, penasihat hukum Azwar Azizi, Hartono mengatakan pihaknya belum menentukan sikap terhadap putusan tersebut. Apakah akan melayangkan banding atau menerima. ”Saya bicarakan dulu dengan klien,” katanya.
Menurutnya putusan tersebut terlalu berat bagi kliennya. Kliennya hanya menjalankan tugas sesuai dengan laporan pekerjaan. ”Tidak menikmati dan merasakan kerugian negara malah dihukum lebih berat,” kata dia.