Pengusaha Ikan Koi Meringis Rugi Miliaran Rupiah, BWS: Lapor ke Kejaksaan Saja

Meluapnya Sungai Meninting pada 17 Juni lalu dikeluhkan, salah satunya oleh pengusaha ikan koi di Desa Penimbung yang merugi hingga miliaran rupiah. Pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara 1 pun diminta bertanggung jawab, lantaran Sungai Meninting dianggap meluap akibat pembangunan Bendungan Meninting di bagian atas sungai.



Menanggapi protes tersebut Humas BWS Nusa Tenggara 1, Yemi Yordani SH menegaskan luapan Sungai Meninting yang terjadi pekan lalu murni karena fenomena alam. “Lapor ke kejaksaan saja (tuntutan ganti rugi, Red). Dilaporkan saja tidak apa-apa. Mau diapakan (luapan Sungai Meninting)? Kemarin kan sudah dijelaskan kejelasannya seperti apa,” ujarnya saat dikonfirmasi.


Sebelumnya luapan Sungai Meninting pada 17 Juni lalu memang disebut sebagai dampak jebolnya tanggul pengelak Bendungan Meninting dan kegagalan konstruksi bendungan. Kendati pihak BWS Nusa Tenggara 1 dengan tegas membantah isu tersebut, mengingat Bendungan Meninting Sendiri sampai saat ini masih dalam tahap pengerjaan.


“Saya menegaskan tidak ada kegagalan pembangunan, jadi bangunan yang dibangun dalam proses pembangunan bendungan meninting ini, itu tidak ada yang seperti tanggul jebol dan lainnya,” tegas Kepala BWS Nusa Tenggara 1, Hendra Ahyadi.


Di sisi lain, pengusaha ikan koi sekaligus pemilik Rinjani Koi Farm, Ni Kadek Sri Dewi Dana Yanti mengeluhkan meluapnya Sungai Meninting pada 17 Juni lalu. Air bah yang disertai material batuan disebutnya datang tiba-tiba, menghancurkan tembok tambak ikannya dan menghanyutkan ikan koi miliknya yang siap panen.


“Air-nya cuma lewat saja bawa material lumpur dan batu sampai tembok (penyangga air sungai ke kolam) itu jebol,” ungkap Dewi. Hal tersebut membuat usahanya merugi hingga Rp1,5 miliar akibat ribuan ikan di kolam miliknya hanyut.


“Kerugian sekitar Rp1,5 miliar dengan harga (ikan koi) bervariasi. Ada yang Rp75 juta, Rp65 juta ada yang Rp45 juta dan Rp20 juta. Tapi ada ikan-ikan juga yang sudah mati. Terus hari ini juga ada yang mati tiga ekor, itu benar-benar kita mau berbuat apa juga kita tidak tahu,” keluhnya. Bahkan 900 ekor koi miliknya ikut hanyut bersama luapan Sungai Meninting.


“Sekarang kita harus kembalikan uang orang yang sudah beli ini, kita bingung. Kemarin yang hilang sekitar 900 ekor itu harga dari Rp1 juta sampai Rp4 juta per ekor,” katanya.


Dewi menyebutkankan, tak hanya pihaknya saja yang merasa dirugikan akibat meluapnya Sungai Meninting, melainkan ada lima pengusaha ikan koi lainnya yang terdampak dan mengalami hal serupa. Namun pihaknya menyayangkan dari BWS seperti menutup mata dan tidak melihat dampak meluapnya Sungai Meninting pekan lalu.


“Tidak ada perhatian dari BWS. Kalau tidak ada tanggapan dari BWS atau dari kontraktor dan dari pihak-pihak yang terkait saya akan bersurat ke Presiden dan tembusannya semua dinas instansi yang di Lombok Barat maupun di Provinsi NTB,” ucapnya.


Semantara itu, Dewi seorang diri mendatangi kantor BWS Nusa Tenggara 1 di Gerimax Lombok Barat untuk menyampaikan kekesalannya. Ia menuntut ganti rugi sambil melempar ikan koi miliknya yang mati ke depan kantor BWS.


“Mereka harus tahu (ada masyarakat yang merugi). Jangan hanya bisa berstatement di berita tidak ada yang dirugikan, tapi kenyataannya kita dirugikan. Bukan hanya satu orang, tapi banyak orang,” ujar Dewi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama