(Tinjauan Kasus " "Find Angeline-Bali's Missing Child") |
KOTA KUPANG, TAROAINFO.com.-Salah satu kasus pembunuhan yang menarik perhatian dan menjadi sorotan publik adalah kasus pembunuhan anak Engeline di Bali pada tahun 2015 yang silam. Secara garis besar pengungkapan Kasus tersebut berawal dari kejadian laporan hilangnya korban sampai akhirnya korban ditemukan terkubur di halaman belakang rumahnya di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali, pada hari Rabu tanggal 10 Juni 2015 dalam keadaan membusuk tertutup sampah di bawah pohon pisang.
Awal pengungkapan dan penemuan jasad Korban tersebut ketika Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengunjungi rumah Margareth pada malam hari. Arist menengok kamar tidur Margareth yang juga sering dipakai Engeline. Menurut Arist, rumah itu tak layak huni karena acak-acakan, kotor, dan bau kotoran hewan. Margareth memelihara puluhan anjing dan ayam di rumahnya. Di kamar tidur, Arist mencium bau anyir yang berbeda dengan bau kotoran hewan. "Tidak ada seprei terpasang dan ruangannya bau anyir," ujar Arist. Kecurigaan itu segera dilaporkan kepada polisi.
Berdasarkan laporan Komisi perlindungan anak tersebut dan keterangan saksi saksi, kemudian 10 juni 2016 Polisi melakukan penggeledahan di rumah korban dan menemukan jasad Engeline di pekarangan rumah Margareth. Engeline ditemukan dikubur pada kedalaman setengah meter, dengan pakaian lengkap dan tangan memeluk boneka. Tubuhnya dililit seprei dan tali.
Sampai disini dapat dilihat bagaimana "respon" penyidik Polda Bali dalam melihat dan mengkaji setiap informasi yang dapat membantu pengungkapan dan pencarian korban sampai kepada menemukan "otak" dan pelaku pembunuhan yang sebenarnya sebab dari informasi dan petunjuk itulah "pintu masuk" penemuan jasad korban dan pengungkapan kasus pembunuhan korban.
Dari hasil pemeriksaan awal kasus pembunuhan tersebut, polisi menetapkan Agus Tay Hamba May sebagai tersangka pembunuh Engeline yang mengakui telah membunuh dan memperkosa Engeline pada tanggal 16 Mei 2015 sekitar pukul 13.00 WITA, tepat pada hari hilangnya anak tersebut, dan kemudian menguburkan jasadnya di belakang rumah majikannya itu pada pukul 20.00 WITA.
Namun dalam perjalanannya Pada tanggal 28 Juni 2015, Margriet ibu angkat Angeline ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasus pembunuhan berdasarkan tiga alat bukti, yaitu pengakuan Agus, bukti-bukti kedokteran forensik RS Sanglah, dan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) oleh tim forensik Polresta Denpasar, Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification System) Polda Bali, dengan bantuan Inafis Mabes Polri. Dari bukti-bukti tersebut Margriet diduga menjadi otak pembunuhan, dan Agus hanya membantu menguburkan jasad Engeline.
Sidang perdana kasus pembuhunan Engeline digelar pada tanggal 22 Oktober 2015, pada sidang tersebut jaksa menyebutkan jika Margriet menyuruh Agus Tay untuk menguburkan jasad Engeline dengan iming-iming uang, Margriet pula yang menyuruh Agus untuk menyalakan rokok dan menyundutkannya ke tubuh Engeline, dan hal tersebut sesuai dengan hasil visum RSUP Sanglah Denpasar. Dalam persidangan tersebut jaksa mengungkapkan bahwa tanggal 16 Mei 2015, Margriet memukuli Engeline berkali kali pada bagian wajah dengan tangan kosong hingga hidung dan telinga Engeline mengeluarkan darah. Pembunuhan Engeline kemudian direncanakan dengan maksud untuk menghilangkan jejak. Sementara dalam persidangan tersebut Margriet menolak tuduhan jaksa yang menyatakan bahwa dirinya yang telah membunuh Engeline, Margriet menyatakan bahwa dirinya menyayangi Engeline sebagaimana layaknya anaknya
Sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan terbukti Pengakuan bersalah Agus Tay sebagai orang yang pada awalnya mengaku membunuh dan memperkosa korban dan ditetapkan sebagai tersangka pada awal proses penyidikan terbukti tidak benar sebab hal itu dilakukan atas permintaan Margriet kepada Agus :
"Tolong kamu jangan kasi tau siapa-siapa kalau aku memukul engeline, dan tolong kamu jangan sampai buka rahasia ini kalau kamu tidak buka rahasia ini saya kasi kamu uang Rp. 200.000.000,- tanggal 24 aku kasi uangnya, langsung kamu pulang ke Sumba dan jangan pernah kembali-kembali lagi"
Margriet juga mengancam Agus dengan mengatakan:
"Kalau ada polisi yang bertanya kamu pura-pura saja bilang pada waktu pagi itu kamu pinjam pensil kepada engeline untuk membuat lamaran kerja, dan jangan kamu sampai buka rahasia ini jika kamu sampai buka rahasia ini kamu akan dibunuh karena aku banyak orang-orangku di Bali"
Dari fakta persidangan tersebut terbukti bahwa pengakuan Agus Tay yang termuat dalam BAP Penyikan awal yang mengakui telah membunuh dan memperkosa Engeline pada tanggal 16 Mei 2015 sekitar pukul 13.00 WITA, tepat pada hari hilangnya anak tersebut, dan kemudian menguburkan jasadnya di belakang rumah majikannya itu pada pukul 20.00 WITA terbukti tidak benar atau merupakan pengakuan bohong.
Setelah melalui rangkaian pembuktian di persidangan, Pengadilan akhirnya mengabulkan tuntutan jaksa dengan menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Margriet, Pada hari yang sama, hakim menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Agus Tay. Agus yang tadinya mengaku sebagai pelaku pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak Angelin (korban) dihukum karena melanggar Pasal 340 KUHPidana juncto Pasal 56 KUHPidana tentang membantu pembunuhan berencana, dan Pasal 181 KUHPidana tentang berperan serta ikut melakukan penguburan jenazah korban.
Sementara ibu angkat Angeline walaupun sampai akhir pemeriksaan perkara menyangkal/membantah bahwa dia bukan pelaku pembunuhan dijatuhi hukuman seumur hidup dalam persidangan Senin, 29 Februari 2016 karena melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Margriet juga dinyatakan melanggar Pasal 76i juncto Pasal 88 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ketiga, melanggar Pasal 76b juncto Pasal 77B UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Keempat, Pasal 76a huruf a juncto Pasal 77 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Atas putusan tersebut baik Margriet dan Agus Tay mengajukan banding atas vonis majelis hakim PN Denpasar. Dalam memori banding, Margriet menyatakan dalam video bahwa Agus Tay merupakan pelaku pembunuhan Engeline. Namun demikian, pada Mei 2016, hakim PT Bali menguatkan vonis yang dijatuhkan oleh PN Denpasar. Kembali tidak puas atas vonis hakim, keduanya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun demikian, vonis tetap tidak berubah setelah hakim agung menguatkan putusan sebelumnya pada Februari 2017
Menurut penulis, Secara "a posteriori" atau berdasarkan pengalaman pengungkapan kasus pembunuhan Engeline tersebut diatas maka pengakuan bersalah tidak dapat dipercaya dan diikuti begitu saja sebab esensi pembuktian perkara pidana adalah untuk mencari dan menemukan "kebenaran materil". Pengakuan tersangka apapun itu baik "penyangkalan atau pengakuan" mesti diuji kebenarannya dengan jalan melakukan "komparasi yang komprehensif" antara pengakuan tersebut dengan fakta hukum yang lahir dari alat bukti yang sah. Jika penyidik "terjebak" dalam pengakuan "bersalah" tersangka, maka bukan tidak mungkin proses penyidikan tersebut hanya semata mata akan ditujukan untuk "membenarkan pengakuan bersalah itu" dan kondisi tersebut akan "mengunci proses penyidikan" yang sejatinya untuk mencari dan menemukan bukti guna membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi bahkan bisa menimbulkan "resistensi" terhadap fakta dan bukti-bukti lainya yang ada kaitannya dengan peristiwa pidana yang terjadi walaupun senyatanya bukti bukti itu ada "di depan mata".
Berkaca dari kasus pembunuhan Engeline maka perlu kehati hatian untuk menilai dan menguji kebenaran suatu pengakuan bersalah dalam penyidikan perkara pidana pembunuhan yang "similar" dengan posisi kasus pembunuhan Engeline dengan kronologis pengungkapan yang berawal dari laporan orang hilang. Apakah pengakuan tersangka adalah pengakuan yang benar atau pengakuan bohong karena ternyata dari "preseden kasus hukum Engeline" Agus tay yang adalah orang yang sejak awal mengaku sebagai orang yang "membunuh dan memperkosa korban" teryata kemudian terbukti dalam persidangan bahwa dia bukanlah pembunuh yang sebenarnya.
Secara hukum keterangan atau pengakuan tersangka atau terdakwa hanya berlaku untuk dirinya sendiri dan tidak dapat dijadikan bukti untuk menyatakan kesalahannya sendiri sebab pada asasnya "pengakuan itu tidak melenyapkan kewajiban pembuktian" artinya walaupun tersangka "mengaku sebagai pembunuh" tetapi "tidak bisa dibuktikan" maka pengakuan itu harus dikesampingkan. Hal yang demikian berlaku juga sebaliknya sebab walaupun tersangka atau terdakwa "menyangkal" namun apabila berdasarkan alat alat bukti yang sah "dapat dibuktikan" secara sah dan meyakinkan bahwa ia adalah pembunuh maka tentunya ia harus dihukum atas kesalahannya.
"Pengakuan atau penyangkalan" tersangka atau terdakwa bukanlah dasar utama untuk menyatakan kesalahan seseorang yang diduga atau didakwa melakukan tindak pidana namun dengan dapat diketahuinya kebenaran atau kebohongan keterangan atau pengakuan tersangka atau terdakwa maka setidaknya dapat diperoleh "fakta peristiwa" yang sesungguhnya terjadi "kebenaran materil" dari kasus tersebut berdasarkan persesuaian antara keterangan atau pengakuan tersangka atau terdakwa dengan alat bukti lainnya yang sah guna menentukan siapakah pelaku pembunuhan yang sebenarnya, peran atau kualitas pelaku dan kualifikasi peristiwa pembunuhan yang terjadi yang kemudian menjadi dasar dalam menentukan penerapan pasal atas peristiwa pidana yang terjadi.
Semoga bermanfaat dan salam hangat dari saya
Penulis : Herry Battileo,SH,.MH
-Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Media Online Indonesi Provinsi Nusa Tenggara Timur.
-Advokat (PERADI).
-Pendiri dan Pengawas Lembaga Bantuan Hukum Surya NTT.
Sumber literatur:
1.https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pembunuhan_Engeline
2.https://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/673848/kasus-angeline-kronologi-dari-hilang-hingga-meninggal?espv:1
3.https://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/673848/kasus-angeline-kronologi-dari-hilang-hingga-meninggal?espv=1
4.https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt52e015b3902e6/kekuatan-pembuktian-pengakuan-terdakwa-di-persidangan
5. Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor : 853/Pid.B/2015/PN.Dps.